Muara Enim Sumsel,- (Nawacitalink.com)
Minggu,07/01/2024 Salahsatu Tahapan Pemilu yang sedang dilaksanakan baru-baru ini oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah perekrutan calon anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), sebagai garda terdepan yang akan menjadi faktor utama & penentu suksesnya agenda Pemilu.
Adapun mekanisme Tahapan Penerimaan Calon Anggota KPPS ini, telah diatur dalam Peraturan KPU, juga telah ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum, Pasal 57 huruf A, dan Pasal 59 ayat 1, 2, dan 3.
Ada 5,7 juta orang yang direkrut untuk menjadi petugas KPPS di seluruh Indonesia hingga petugas KPPS LN (Luar Negeri), demi menyukseskan agenda Pemilu Serentak 2024 ini.
Dengan banyaknya jumlah anggota yang akan direkrut, dan peserta yang mengikuti seleksi ini, maka dibutuhkan proses yang akuntable oleh badan pelaksana Pemilu, dalam hal ini KPU.
Namun demikian, ada banyak hal yang membutuhkan perhatian, tindaklanjut, bahkan ketegasan KPU sebagai pelaksana agenda ini, dan keterlibatan BAWASLU sebagai badan yang dibentuk Pemerintah untuk mengawasi semua proses berjalannya Pemilu ini mulai awal hingga akhir.
Salahsatunya di Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Kontributor kami mendapatkan informasi dari masyarakat, bahwa ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) di beberapa desa di Kecamatan Gelumbang, yaitu tindakan pungutan liar (pungli) oleh PPS kepada anggota KPPS terpilih (lulus seleksi), dengan besaran bervariasi mulai Rp 10.000,- hingga Rp 15.000,- per orang.
Disebutkan bahwa pungutan ini atas instruksi (perintah) dari PPK (Panitia Pemungutan Kecamatan) Gelumbang.
Kontributor kami lalu mencoba mengklarifikasi berita yang beredar ini kepada beberapa anggota KPPS terpilih di Kecamatan Gelumbang, dan menemukan fakta yang mengejutkan, bahwa mereka membenarkan adanya pungutan uang ini.
Meski merasa resah, namun sebagian merasa takut untuk melaporkannya, dan sebagian lagi tidak mau akan ada masalah dengan nama mereka yg baru saja diumumkan lulus seleksi, maka mereka menurut saja dan memberikan uang yang diminta tersebut.
Kontributor kami juga menggali informasi dr anggota/Ketua PPS yang dikenal di beberapa desa di Kecaamatan Gelumbang, yang mengatakan hal ini benar adanya, dan dilakukan atas perintah dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Gelumbang.
Sebagian dari PPS di desa-desa ini pun sebetulnya keberatan (bahkan ada yang menentang) pungutan biaya ini, namun karena ini adalah “perintah” dari PPK yang notabene adalah “atasan” mereka, maka sebagian dari PPS tersebut akhirnya melaksanakannya.
Adapun menurut PPS, uang pungutan ini disebut oleh PPK akan digunakan untuk biaya konsumsi (kopi, snack dll) dan biaya Siakba, yaitu proses mengupload data berkas anggota KPPS terpilih ke link khusus KPU, Juga berdasarkan info dr PPS, bagi yang PPS yang tidak menyetorkan dana pungutan ini, maka PPK akan memotong/mengambilnya dari dana operasional PPS yg turun melalui PPK.
“Jika dilihat secara perorangan, jumlah 10-15 ribu memang kecil, Tapi coba dihitung, untuk Kecamatan Gelumbang, ada 169 TPS. Jika di setiap TPS ada 7 orang, artinya ada 1.183 orang anggota KPPS terpilih.
Jika per orang diminta pungutan sebesar 10 ribu rupiah saja, maka ada 11 juta rupiah lebih dana yg masuk ke PPK, itu pun ada PPS yg meminta sampai 15 ribu rupiah per orang, Kami sudah mengkonfirmasi, setidaknya sampai hari ini (5 Januari 2024) sudah ada 5 PPS di desa yang membenarkan bahkan telah menyetorkan pungutan ini ke PPK.
Bagi kami, hal yang sangat tidak masuk akal untuk “ngopi” dan mengupload berkas membutuhkan biaya hingga belasan juta rupiah, Kemudian, bukankah PPS apalagi PPK, selain gaji mereka juga sudah diberikan Dana Operasional untuk melaksanakan tugas dalam setiap tahapan Pemilu ?
Kenapa harus memungut lagi biaya tersebut dari masyarakat ?” terang kontributor kami di lapangan.
“Kami tidak menemukan adanya 1 pun peraturan atau undang-undang yang membenarkan adanya tindakan (pungutan) ini.
Bagi kami ini jelas termasuk Pungli yang dilarang, Ini bukan sekedar bentuk pelanggaran, tapi telah mencederai azas Pemilu yaitu Langsung Umum Bebas Rahasia, Jujur dan Adil, tapi juga telah menodai nama KPU sebagai badan pelaksana Pemilu yang dituntut akuntable & berintegritas dalam setiap proses pelaksanaan Tahapan Pemilu.
Harapan kami KPU dapat menyikapi hal ini dengan tindakan tegas, sehingga tidak terjadi lagi kedepannya, Kemudian BAWASLU sebagai badan pengawas, jangan hanya diam dengan adanya informasi yang telah beredar luas di masyarakat Gelumbang ini.” tegas kontributor kami yg tidak bersedia disebutkan nama & inisialnya.
(Nas)