Jakarta, – (Nawacitalink.com)
Ahli hukum Narkotika di Indonesia Dr Anang Iskandar melontarkan pernyataan mengejutkan. Ia berpendapat aparat tidak boleh menangkap penyalahguna narkotika, termasuk artis. Pasalnya, Undang-Undang Nomor Tahun 2009 tentang Narkotika tidak membolehkannya.
Bunyi lengkapnya Undang-Undang Nomor Tahun 2009 tentang Narkotika, memberi kewajiban kepada penyalah guna untuk melakukan wajib lapor pecandu”, TIDAK “memberikan kewajiban kepada penyidik untuk menangkap, penuntut umum untuk mendakwa dan hakim untuk mengadili dan menghukum pidana.
Pernyataan ini disampaikan Anang Iskandar menanggapi adanya silang pendapat antara DPR dengan BNN tentang urgensinya menangkap penyalah guna narkotika.
Silang pendapat dipicu pernyataan KA BNN Martinus Hukom melarang anggotanya menangkap pengguna narkotika termasuk artis.
Sementara belakangan ini kegiatan penangkapan dan penggrebekan pecandu atau korban narkotika, marak dilakukan.
“Penegak hukum hanya diwajibkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika,” ujar Anang Iskandar dalam unggahan di Instagram resminya @anangiskandar.
“Apabila pengguna narkotika tertangkap bersama-sama pengedar maka penyidik wajib menempatkan penyalah guna kedalam rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk sebagai IPWL(PP 25/2011),” lanjutnya.
Hal ini menurut Anang sebagai bentuk upaya rehabilitasi, didakwa dengan dakwaan tunggal dan dihukum menjalani rehabilitasi.
“Selama ber Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, Implementasi penegakan hukumnya menggunakan paradigma KUHAP dan dijatuhi hukuman berdasarkan KUHP,” sebutnya.
Pendekatan Pidana Narkotika Beda dengan Pidana Umum
Padahal, lanjut Anang, UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah UU progresif yang mengatur rumusan pidananya berbeda dengan rumusan UU pidana umumnya.
“Sehingga pendekatan penegakan hukumnya juga berbeda dengan penegakan hukum pidana dan penghukumannya,” kata mantan Kepala BNN ini.
“Tidak menggunakan hukum pidana, tapi perbedaan-perbedaan tersebut tidak difahami oleh penegak hukum, masyarakat termasuk anggota DPR komisi hukum,” lanjutnya.
Akibatnya menurut Anang, penanggulangan masalah narkotika tidak mampu mengentaskan Darurat Narkotika yang dinyatakan oleh beberapa mantan Presiden Republik Indonesia.
“Semoga program Astacita ke 7 Presiden Prabowo yang secara ekplisit akan memperkuat pencegahan dan penegakan hukum “narkoba” dan kabinet bidang hukum dan kesehatan tidak kepleset lagi dalam menterjemahkan program P4GN sebagai program unggulan pemerintah,” bebernya.
UU Tak Ijinkan Pengguna Narkotika Dihukum Tapi Disembuhkan
Sebelumnya Anang juga telah menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR Rudianto di CNN Indonesia, Kamis 17/7/2025 bahwa UU Narkotika “MASIH MENGIJINKAN APARAT UNTUK MENJERAT DAN MENGHUKUM PARA PENGGUNA NARKOTIKA TERMASUK ARTIS”
Anang tidak setuju dan mengkritik pernyataan anggota DPR tersebut sebagai hal yang tidak memahami UU. Sebab pernyataan itu secara dejure tidak berdasarkan hukum narkotika. “Secara defakto itu pernyataan salah tapi kaprah. Ini masalahnya kenapa Indonesia mengalami darurat narkotika,” katanya.
Menurut Anang, UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sudah jelas bertujuan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu.
“Artinya sejak UU berlaku tidak mengijinkan aparat menjerat dan menghukum secara pidana para penyalah guna narkotika, yang diberantas ya pengedarnya, pengguna illegal dijamin UU direhabilitasi,” katanya.
“Pengguna narkotika illegal itu benar kriminal, tetapi penegakan hukumnya bersifat rehabilitatif bukan represif seperti UU pidana,” tambahnya.
Menurut Anang, kejahatan penyalahgunaan narkotika penegakan hukum bersifat rehabilitatif maknanya selama proses pemeriksaan penyidikan, penuntutan, dan pengadilan pengguna narkotika illegal wajib ditempatkan kedalam lembaga rehabilitasi bukan dipenjara.
“Masalahnya Penyidik, JPU dan Hakim kompak tidak melakukan penegakan hukum rehabilitatif sehingga pengguna narkotika illegal dianggap sebagai pengedar oleh penegak hukum dan diadili secara tidak fair dan dijatuhi hukuman pidana,” sebutnya.
Anang menambahkan bahwa pengguna narkotika illegal, tidak perlu ditangkap dan dibawa ke pengadilan karena penanggulangannya menggunakan pendekatan kesehatan yaitu dengan “Program Pemerintah” namanya wajib lapor pecandu berdasatkan pasal 55 UU Nomor 35/2009 tentang narkotika.
“Pendekatan kesehatan ini lebih efektif dan efisien. kalau menggunakan pendekatan pidana pidana ditangkap dan diadili secara pidana justru melanggar hukum narkotika,” tegasnya.
Anang Iskandar juga mengingatkan bahwa hukum narkotika bukan hukum pidana, tapi hukum internasional yang mengatur tentang narkotika sebagai obat dengan pendekatan kesehatan dan pidana secara khusus. Pengguna narkotika illegal diancam pidana yes, tapi tidak perlu ditangkap, apalagi dihukum penjara.
Itu sebabnya Anang mengusulkan kepada pemerintah agar hukum narkotika diajarkan di Fakultas Hukum sebagai matkul hukum agar masyarakat, penegak hukum dan DPR yang membidangi masalah hukum, semua memahami hukum narkotika.
(WH/Red)